Bekasimedia – “Semua manusia pasti mati. Tidak tahu kapan dan bagaimana. Andai tahu, walau prediksi, darah pun mendidih. Terus… apa yang dilakukan di sisa hari?”
Itulah pembuka judul novel kisah nyata “728 Hari” karya Djono W. Oesman yang segera beredar. Pembuka judul menggiring pada elemen dasar manusia: Mati. Tokoh utama, Eva Meliana Santi, penyandang penyakit mematikan tak ada obatnya: Lupus.
Di bawah judul ada sub-judul “Ibu Jembatanmu Menuju Surga”. Sub-judul keluar konteks dari judul. Lepas-konteks terjelaskan di sampul belakang buku. Peran ibunda Eva merawat, dipastikan luar biasa. Mengharu-biru. Menginspirasi pembaca merenungkan hakikat hidup.
Eva lahir di Dusun Duduhan, Desa Mekarsari, Kecamatan Kotawinangun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, 5 September 1976. Meninggal di Jakarta, 1 April 2014.
Dia wanita biasa. Lulusan akademi sekretaris di Jakarta. Pekerjaan MC (Master of Ceremony) khusus pernikahan. Pengurus di Yayasan Lupus Indonesia. Sekretaris Dahlanis, komunitas pendukung Dahlan Iskan maju sebagai Calon Presiden RI dari Partai Demokrat di Pilpres 2014.
Tapi, perjalanan hidupnya luar biasa.
Eva cerdas. Meski SD sampai SMP (semua di Jakarta) sakit-sakitan. Kelas satu SMAN 71 Jakarta, punggungnya dibor. Cairan sumsum tulang belakang diambil, memastikan diagnosis. Hasilnya, dipastikan dia kena Lupus.
Sedangkan, selama sakit-sakitan di SMP dia terpilih jadi anggota Paskibraka. Dia pemain basket andalan sekolah. Prestasi belajar sering juara. Semua potensi itu rontok bersama Lupus. Dia shock berat. Mentalnya jatuh ke titik nol.
Ibunda berperan sangat penting di kehidupan Eva selanjutnya. Kasih ibu inilah yang terpapar apik. Menyentuh perasaan. Tidak jatuh cengeng. Tidak menggurui. Inspiratif.
Tapi, betapa pun hebatnya peran ibunda, Lupus tidak peduli. Penyakit itu menggerogoti tubuh Eva sedikit demi sedikit. Sel darah merah dihancurkan. Kantung empedu dirusak, terpaksa dibuang. Limpa dihajar, terpaksa dibuang juga. Mata disikat, rabun parah.
Dalam proses rusaknya organ-organ tubuh, Eva frustrasi. Lelah menahan sakit. Ingin cepat mati. Namun… cinta ibunda begitu besar, berharap Eva bertahan, membuat Eva di persimpangan. Antara menahan sakit terus-menerus, atau membalas cinta ibunda. Dia pilih membalas cinta ibunda.
Penulis sangat jago disini. Dia wartawan senior Jawa Pos, baru kini menulis novel. Dia menulis ini berdasarkan serangkaian wawancara. Dibantu empat nama anggota Tim Riset. Sebelumnya, ia juga menulis novel sejarah Indonesia tahun 1965, namun gagal di-launching karena penulis, sumber tulisan dan penerbit mendapatkan teror.
Kisah asmara Eva dahsyat. Dia cantik dan jujur tentang penyakitnya. Mulai remaja, hampir dewasa, menikah, ada dua lelaki mengejar. Bersaing. Salah satu jadi suaminya. Di pernikahan yang garing tanpa anak (akibat Lupus) masih ada lelaki berusaha mendekati.
Asmara Eva-suami (nama silakan baca di novel) sungguh menyentuh perasaan. Mereka teman SMA. Berarti suami tahu persis Lupus Eva sejak awal. Tahu, betapa jahat penyakit ini. Hebatnya, meski mereka cinta sampai mati, penulis konsisten merajut skema logika. Disitu dahsyatnya.
Novel ini punya banyak kejutan. Gaya penulisan renyah, di beberapa bagian muncul kejutan-kejutan alamiah. Membuat pembaca terpaku di buku.
Kompetitor terdekat 728 Hari adalah Surat Kecil untuk Tuhan (SKUT) karya Agnes Davonar. Sama-sama kisah nyata, tentang penyakit, dan mengharukan. Bedanya, dinamika dan kedalaman cerita 728 Hari lebih unggul. SKUT unggul di menguras air mata.
Pembaca novel ini tidak akan merasa rugi membeli Rp 75.000. Value novel jauh lebih tinggi dari harganya. Harga tersebut termasuk donasi Rp 5.000 ke penderita Lupus disalurkan ke Yayasan Lupus Indonesia. Tercantum di back cover novel. (***)
The post Novel 728 Hari, Kisah Nyata Eva Meliana Menghadapi Lupus & Kematian appeared first on Bekasi Media.
Sumber Suara Jakarta