BEKASIMEDIA.COM – Prestasi yang cukup membanggakan kembali diraih oleh pemuda Indonesia dikancah global. Seorang dokter asal Indonesia, dr. Teddy Apriawan Sp.BS (35 thn) dinobatkan menjadi pembicara termuda dari Asia dalam pertemuan ilmiah Global Health Research Group on Neurotrauma yang dilakanakan di University of Cambridge Inggris (27/09/17). Peserta Pertemuan ilmiah ini adalah pakar-pakar senior bedah saraf dari berbagai negara.
Dalam Pertemuan ilmiah ini dokter anggota Surabaya Neurscience institute ini menyampaikan materi tentang Decompressive Craniectomy Patiens. Universitas Cambridge sendiri merupakan salah satu universitas paling bergengsi di dunia dan menjadi rujukan penelitian kedokteran tingkat internasional.
Teddy juga menjadi wakil Indonesia dalam Forum International Consensus on the Role of Decompressive in the Management of Traumatic Brain Injury yang dilaksanakan setelah pertemuan ilmiah Global Health Research Group on Neurotrauma.
Teddy menjelaskan, munculnya Cedera Otak Traumatik (traumatic brain injury) disebabkan oleh benda asing yang menusuk kedalam tengkorak atau benda tumpul yang menghantam tengkorak, sehingga tengkorak retak dan ada pecahan tulang yang mengarah ke otak. Kejadian ini bisa disebabkan kecelakaan, terjatuh, pukulan dan sebagainya.
Ditambahkan olehnya tanda-tanda cedera trauma otak bisa langsung timbul setelah cedera terjadi. Namun bisa juga muncul setelah beberapa waktu berikutnya; “Ada juga kasus di mana gejala baru timbul beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah pasien mengalami cedera” ujar anggota Surabaya Neuroscience Institute (SNei) ini.
Dalam kesempatan terpisah, ketika dimintai tanggapan terkait dengan peran dr. Teddy dalam event internasional di Unversitas Cambridge, dr. M Dwikoryanto, Sp. BS dari RS Darmo Surabaya menyatakan; “Ini sangat penting bagi dunia kesehatan di tanah air khususnya bedah saraf. Hal ini dikarenakan kematian dan potensi cacat yang disebabkan oleh cedera otak traumatik sangat tinggi,” ujar Dwikoryanto memaparkan penelitian yang diterbitkan WHO, dimana saat ini lebih dari 5 juta orang meninggal setiap tahunnya atau 14.000 orang setiap harinya akibat cedera khususnya cedera otak traumatik.
Kebanyakan cedera otak traumatik terjadi di negara berkembang seperti Indonesia disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, kecelakan kerja, serta insiden tertentu lainnya.
“Harus dipahami oleh masyarakat, Gejala cedera otak traumatik itu diantaranya sakit kepala tidak kunjung hilang , sering muntah atau mual, gelisah, salah satu pupil mata lebih besar dari pupil lainnya serta kehilangan kesadaran. Dalam kondisi seperti ini penderita harus segera mendapatkan penanganan medis”, pungkas Dwikoryanto.
Selain aktif di perkumpulan Surabaya Neuorscience Institut, Teddy juga mengabdi di almamaternya sebagai Staf Pengajar di Prodi Bedah Saraf FK Unair. Perangainya yang santun dan kalem serta murah senyum menjadikan beliau dikenal luas dikalangan pasien dan mahasiswa.
Sebelumnya Teddy bersama tim juga melakukan inovasi dalam sistem layanan rujukan pasien melalui aplikasi Telemedicine yang di implementasikan di Rumah Sakit Universitas Airlanggga (RSUA). Aplikasi yang berjalan di sistem operasi android ini memudahkan proses pertukaran data rekam medik pasien dari Fasilitas Kesehatan perujuk ke RSUA. (eas)